Artificial Intelligence (A.I.) atau kecerdasan buatan sudah sering kita dengar dan diangkat dalam film. Alex Garland terkenal dengan skenario inovatifnya dalam film zombie 28 Days Later. Sama seperti film sci-fi bertema A.I. lainnya, film ini juga membahas tentang eksistensi kecerdasan buatan dan bagaimana posisi mereka di dunia manusia.
Caleb yang diperankan oleh Domhnall Gleeson
adalah seorang programer dan pegawai di Bluebook, sebuah perusahaan mesin
pencari terpopuler di dunia (mirip dengan Google) yang memenangkan kompetisi
yang diadakan oleh CEO-nya yang jenius, Nathan yang diperankan oleh Oscar
Isaac. Hadiahnya adalah kesempatan untuk menghabiskan waktu seminggu
bersama Nathan di kompleks mewah miliknya di Alaska.
Sesampainya disana, ternyata Caleb bukan
diundang untuk liburan, melainkan melakukan "Turing Test", sebuah
pengujian yang dilakukan Nathan untuk mengetes A.I. berteknologi tinggi yang
baru dibangunnya dalam wujud robot berwajah cantik bernama Ava yang diperankan
oleh Alicia Vikander. Caleb bertugas untuk melakukan kontak verbal
dengan Ava dan menguji kesempurnaan Ava sebagai A.I. yang mirip manusia.
Melalui 7 sesi pengujian Ava, Garland
mengungkap semua rahasia melalui skenario yang dinarasikan dengan terencana.
Semua lapisan cerita dibuka satu persatu yang mengungkapkan bahwa Nathan dan
Ava punya agenda tersendiri.
Dengan narasi yang hanya berfokus pada 3 orang
(dengan tambahan satu karakter pendukung yang juga punya peran signifikan yang
diperankan oleh Sonoya Mizuno), film ini terasa seperti drama
teater, yang dimainkan dengan brilian oleh ketiga aktornya. Tak hanya
meyakinkan kita bahwa ketiganya berinteraksi sebagai sesama jenius, mereka juga
membawakan bobot emosional yang dituntut oleh karakter masing-masing.
Nathan yang visioner memanfaatkan database
Bluebook (yang menguasai 90% query pencarian di dunia) bukan
untuk tujuan komersil melainkan membuat A.I. super. Di balik pembawaannya yang
santai, humoris, dan sesekali mabuk, ada indikasi bahwa dia punya rahasia
tersembunyi.
Caleb yang diperankan oleh Domhnall adalah
seorang nerd yang jenius, namun dia tak mengerti apa yang sedang terjadi.
Matang dalam logika, namun naif secara mental. Vikander juga meyakinkan sebagai
robot cerdas lengkap dengan gerak tubuh canggung yang mencoba meniru mimik dan
perilaku manusia.
Film ini tak pernah berusaha terlihat pintar.
Dialog-dialognya yang cerdas memang menggunakan istilah-istilah canggih, namun
mudah dicerna. Plot twist yang cukup banyak, tak pernah
mendahului penonton karena semuanya sesuai, baik secara logis maupun
emosional.
Tampilan Ava disini merupakan robot yang
berwujud manusia, transparan sehingga terlihat kabel-kabel didalamnya yang
saling berkoneksi. Ava digambarkan sebagai komputer yang sangat cerdas sehingga
mampu membaca dan mendeteksi kebohongan pada ekspresi manusia. Ia juga
terkoneksi dengan internet sehingga ia mengerti peta dunia/ google maps.
Dibuktikan pada saat Ava mengetahui betul dimana Caleb menyebutkan tempat ia tinggal
bersama orangtuanya dulu.
Di akhir cerita, saya mendapat pesan yang ingin
disampaikan oleh film tersebut. Yaitu, sebagai manusia walaupun kita cerdas,
berpendidikan, bertalenta kita harus dapat memposisikan diri sebagai manusia
yang memiliki akal. Kita tidak boleh sampai terpedaya oleh kecanggihan
teknologi. Jangan sampai kita dikendalikan oleh teknologi yang awalnya manusia
sendiri yang menciptakan. Karena apabila manusia dikendalikan oleh komputer
maka bisa jadi populasi manusia akan punah dan tergantikan oleh A.I..
Komentar
Posting Komentar